Rahasia Haji dan Thawaf

Rahasia Haji dan Thawaf. Seruan ibadah haji secara langsung diperintahkan oleh Allah swt. Hal ini termaktub dalam QS. Al-hajj ayat 27:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27). 
Panggilan itu diarahkan kepada seluruh manusia, meskipun beraneka ragam sikap manusia dalam menghadapi panggilan tersebut. Banyak orang yang ingin melaksanakannya dan mampu, maka kemudian mereka munaikannya. Ada juga yang orang ingin melaksanakan haji dan mampu, tetapi karena berbagai hal menyebabkan keinginannya tersebut tidak terkabul. Bahkan tidak sedikit orang yang mampu, ada kesempatan, tapi hatinya tidak tergerak untuk melaksanakannya. Sementara di sisi lain banyak orang yang berkeinginan, namun apa daya tangan tak sampai. 

Ibadah haji adalah rukun kelima dalam rukun Islam yang wajib dilaksanakan seorang muslim yang mampu, sekali seumur hidupnya. Berbeda dengan ibadah yang lainnya, lewat ibadah inilah seluruh umat Islam yang ada di dunia berkumpul. Tidak ada perbedaan si kaya dan si miskin, si hitam dan si putih, majikan dan pembantu, begitu juga pejabat dan masyarakat. Semua melaksanakan ibadah dan memakai pakaian yang sama, serba putih. 

Kalau kita lihat sejarah di Indonesia, untuk melaksanakan ibadah haji tidak semudah membalikan telapak tangan. Umat Islam dan ulama pada waktu itu (sekitar awal abad 19) harus melewati urusan administrasi yang sengaja dipersulit oleh kolonial Belanda. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap melaksanakan salah satu ibadah yang merupakan rukun dari rukun Islam yang lima. Tetapi sekarang ribuan umat Islam dari Indonesia bisa melaksanakan ibadah haji, hanya saja saking banyaknya menuggu antrean pemberangkatan. 

Setiap ibadah ditentukan aturan mainnya, begitu juga dengan ibadah haji. Misalnya tidak boleh berkata cabul, bercumbu ataupun bertengkar: 
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah : 197).
Tetapi bukan berarti kita tidak bisa atau tidak boleh melaksanakan aktivitas yang lainnya. Banyak yang beranggapan bahwa ibadah haji harus steril dari aktivitas keduniaan seperti perdagangan. Padahal Allah swt berfirman: 
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al-Baqarah : 198)
Kecuali hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kekhusuan ibadah.

Quraisy Shihab dalam lentera Al-Qur'an halaman 171-172 memberikan contoh praktik haji yang dilakukan oleh Rasulullah saw, yang memerintahkan umatnya untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji. Ketika beliah Thawaf, yakni melakukan putaran sebanyak tujuh kali keliling ka'bah, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil. Mengapa demikian? Ibnu Abas seorang sahabat Nabi menjelaskan: "Nabi berlari-lari kecil karena, ketika itu ada yang mengisukan bahwa Muhammad dan pengikutnya dalam keadaan payah dan lemah. Maka, orang musrik yang ada di Makkah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut. Kemudian Nabi dan sahabat-sahabatnya berlari-lari kecil dalam rangka menangkal isu tersebut". Dengan bahasa lain, ketika Nabi saw melakukan thawaf, sebenarnya itu juga melakukan semacam show of force terhadap lawan-lawannya. Mengapa hanya tiga putaran? Karena setelah itu para pengintip membubarkan diri. Itu juga sebabnya mengapa pada sisi-sisi ka'bah tertentu sajalah berlari-lari kecil itu dilakukan, karena dari sisi itu saja para pengintip bisa memandang. 

Dari kisah di atas kita bisa menyaksikan bahwa ternyata dalam rangka menangkal isu, Rasul saw melakukan sebuah strategi yang jitu, guna mengusir dan mempertahankan keutuhan Qur'an Sunah dari kaum kafir pada waktu itu. Meskipun tidak berarti bahwa disebabkan para pengintip sudah tidak ada, maka syari'at lari-lari kecil tersebut tidak berlaku lagi. Sebab ini sudah menjadi syari'at yang mutlak dijalankan.

Share :