Rahasia Haji dan Thawaf

Rahasia Haji dan Thawaf. Seruan ibadah haji secara langsung diperintahkan oleh Allah swt. Hal ini termaktub dalam QS. Al-hajj ayat 27:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27). 
Panggilan itu diarahkan kepada seluruh manusia, meskipun beraneka ragam sikap manusia dalam menghadapi panggilan tersebut. Banyak orang yang ingin melaksanakannya dan mampu, maka kemudian mereka munaikannya. Ada juga yang orang ingin melaksanakan haji dan mampu, tetapi karena berbagai hal menyebabkan keinginannya tersebut tidak terkabul. Bahkan tidak sedikit orang yang mampu, ada kesempatan, tapi hatinya tidak tergerak untuk melaksanakannya. Sementara di sisi lain banyak orang yang berkeinginan, namun apa daya tangan tak sampai. 

Ibadah haji adalah rukun kelima dalam rukun Islam yang wajib dilaksanakan seorang muslim yang mampu, sekali seumur hidupnya. Berbeda dengan ibadah yang lainnya, lewat ibadah inilah seluruh umat Islam yang ada di dunia berkumpul. Tidak ada perbedaan si kaya dan si miskin, si hitam dan si putih, majikan dan pembantu, begitu juga pejabat dan masyarakat. Semua melaksanakan ibadah dan memakai pakaian yang sama, serba putih. 

Kalau kita lihat sejarah di Indonesia, untuk melaksanakan ibadah haji tidak semudah membalikan telapak tangan. Umat Islam dan ulama pada waktu itu (sekitar awal abad 19) harus melewati urusan administrasi yang sengaja dipersulit oleh kolonial Belanda. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap melaksanakan salah satu ibadah yang merupakan rukun dari rukun Islam yang lima. Tetapi sekarang ribuan umat Islam dari Indonesia bisa melaksanakan ibadah haji, hanya saja saking banyaknya menuggu antrean pemberangkatan. 

Setiap ibadah ditentukan aturan mainnya, begitu juga dengan ibadah haji. Misalnya tidak boleh berkata cabul, bercumbu ataupun bertengkar: 
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah : 197).
Tetapi bukan berarti kita tidak bisa atau tidak boleh melaksanakan aktivitas yang lainnya. Banyak yang beranggapan bahwa ibadah haji harus steril dari aktivitas keduniaan seperti perdagangan. Padahal Allah swt berfirman: 
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al-Baqarah : 198)
Kecuali hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kekhusuan ibadah.

Quraisy Shihab dalam lentera Al-Qur'an halaman 171-172 memberikan contoh praktik haji yang dilakukan oleh Rasulullah saw, yang memerintahkan umatnya untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji. Ketika beliah Thawaf, yakni melakukan putaran sebanyak tujuh kali keliling ka'bah, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil. Mengapa demikian? Ibnu Abas seorang sahabat Nabi menjelaskan: "Nabi berlari-lari kecil karena, ketika itu ada yang mengisukan bahwa Muhammad dan pengikutnya dalam keadaan payah dan lemah. Maka, orang musrik yang ada di Makkah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut. Kemudian Nabi dan sahabat-sahabatnya berlari-lari kecil dalam rangka menangkal isu tersebut". Dengan bahasa lain, ketika Nabi saw melakukan thawaf, sebenarnya itu juga melakukan semacam show of force terhadap lawan-lawannya. Mengapa hanya tiga putaran? Karena setelah itu para pengintip membubarkan diri. Itu juga sebabnya mengapa pada sisi-sisi ka'bah tertentu sajalah berlari-lari kecil itu dilakukan, karena dari sisi itu saja para pengintip bisa memandang. 

Dari kisah di atas kita bisa menyaksikan bahwa ternyata dalam rangka menangkal isu, Rasul saw melakukan sebuah strategi yang jitu, guna mengusir dan mempertahankan keutuhan Qur'an Sunah dari kaum kafir pada waktu itu. Meskipun tidak berarti bahwa disebabkan para pengintip sudah tidak ada, maka syari'at lari-lari kecil tersebut tidak berlaku lagi. Sebab ini sudah menjadi syari'at yang mutlak dijalankan.

Selengkapnya

Cara dan Adab Menyembelih Hewan Qurban

Cara yang diajarkan syariat Islam dalam memotong atau menyembelih hewan ada dua hal yang perlu diketahui oleh sang jagal (sebutan bagi orang yang bertugas sebagai penyembelih). Objek hewan yang kita sembelih dibagi menjadi dua kategori, hewan besar dan hewan kecil. Hewan besar semisal Unta, Domba, Sapi, Kerbau dan lain sebagainya. Sedangkan hewan kecil, misalnya bebek, ayam, kalkun dan seterusnya. Kedua jenis hewan di atas mempunyai cara yang berbeda dalam penyembelihannya. Cara pertama disebut Nahr dan cara kedua disebut Dzabh. Kedua cara ini dapat dipilih sesuai dengan kondisi objek hewan tersebut.

Cara yang pertama yang harus dilakukan ketika menyembelih hewan seperti unta, kerbau, sapi, kambing dan lain sebagainya disebut dalam istilah arab dengan nama “Nahr” [ نحر], yaitu memotong hewan dengan cara memutuskan bagian tempat kalung (yaitu ujung leher hewan).
Dalam kaitan ini Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an :
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)

Pada kitab Ibnu Katsir Ibnu Abbar radiallohu ‘anhu menjelaskan bahwa unta yang akan disembelih tersebut diberdirikan dengan tiga kaki sedangkan satunya lagi ditekuk dan dilipat. Setelah disembelih tunggu sampai tiga kaki hewan tersebut roboh.

Sementara pada keterangan hadits yang lainnya Dari sahabat Nabi bernama Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).

Kedua, cara menyembelih untuk hewan dengan kategori kedua disebut dengan istilah Arab dengan nama “Dzabh” [ ذبح], yaitu menyembelih hewan dengan cara melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kalkun, ayam, domba, dst.

Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang dipraktikkan di tempat kita. Di bawah ini etika atau adab penyembelihan hewan sesuai syariat, diantaranya yaitu:

1. Jika mampu dan memungkinkan sebaiknya menyembelih oleh orang yang hajat, atau bagi yang mau qurban, itupun apabila memungkinkan. Tetapi kalau penyembelihan diwakili oleh orang lain, orang yang berqurban harus bisa menyaksikan prosesi penyembelihan.

2. Memperhatikan pisau atau peralatan yang akan digunakan untuk menyembelih. Jangan sampai menyembelih dengan benda yang tumpul, karena itu dapat menyiksa hewan yang akan disembelih. Hal ini didasarkan hadits dari sahabat Syaddad bin Aus ra, Rasulullah saw pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).

3. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).

4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.

5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).

Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).

6. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

ضحى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بكبشين أملحين، فرأيته واضعاً قدمه على صفاحهما يسمي ويكبر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).

7. Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

8. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

9. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan dikurbankannya herwan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul kurban.

10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban.
Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.

11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
  • Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
  • Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
  • Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكل، ليس السن والظفر
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)

13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan tersebut benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.

Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
وتعمد إبانة رأس
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
فإذا ذبحها فقطع رأسها فهي ذكية
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya yang sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Allahu a’lam. Demikian cara dan adab Menyembelih Hewan Qurban sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Semoga ini bermanfaat.
Sumber: http://www.konsultasisyariah.com Lihat juga artikel menarik dan berkualitas di kumpulan artikel agama dan harga mesin jahit merk juki. pada http://harga-ini.blogspot.com/

Selengkapnya

Hikmah Ibadah Haji dan Umrah

Pada kesempatan ini dibahas tentang manfaat hikmah untuk ibadah haji dan umrah. Semoga kita dapat melaksanakannya dan menunaikannya dalam waktu dekat.
Tulisan di bawah ini akan membahas seputar haji dan umrah yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Menjadi kewajiban bagi manusia terhadap Allah mengerjakan haji di Baitullah, yakni bagi orang yang mampu mengunjunginya”. (Q.S. Ali Imran: 97)
Ibadah haji maksudnya ialah sengaja mengunjungi baitullah di Makkah untuk mengerjakan beberapa upacara dengan syarat-syarat tertentu. Ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini diwajibkan sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam dewasa yang mampu atau kuasa melaksanakannya.
Pengertian dari “kuasa melaksanakan haji” di sini ialah bila memenuhi kriteria syarat mampu haji berikut ini:
- Cukup bekal untuk pulang pergi
- Ada kendaraan untuk menyampaikannya ke Makkah.
- Aman jalan yang dilaluinya
- Sehat jasmani dan rohani
- Jika ia seorang wanita hendaklah disertai oleh suami atau muhrimnya.
Menunaikan ibadah Haji wajib disempurnakan pula dengan ibadah “Umrah” atau disebut juga “Haji Kecil”. Firman Allah SWT:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ
“Hendaklah kamu sempurnakan haji dan umrah karena Allah!”. (Q.S. Al-Baqarah: 196)
Umrah itu hampir sama dengan haji, hanya perbedaan haji dan umrah sebagai berikut:
- Haji dapat diselesaikan pada bulan-bulan tertentu, yaitu dari bulan Syawwal sampai Zulhijjah, maka umrah disamping pada bulan-bulan tersebut dapat juga dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
- Rukun-rukun dan perbuatan-perbuatan umrah sama dengan rukun-rukun dan perbuatan-perbuatan haji. Bedanya bahwa ibadah haji ada wukuf di arafah, sedang umrah tidak ada wukuf di arafah.
Ibadah haji dan umrah itu sangat besar hikmah dan faedahnya, baik bagi diri pribadi seorang Muslim, maupun bagi masyarakatnya. Diantara Hikmah Faedah Ibadah Haji dan Umrah sebagai berikut:
- Untuk menanamkan keimanan dan memantapkan keyakinan tentang kebesaran agama Islam. Dengan melakukan upacara kaefiyat haji, begitupun setelah menyaksikan bukti-bukti sejarah mengenai kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad SAW, seperti ka’bah, sumur zamzam, makam Rasulullah SAW dan para sahabat, maka hilanglah was-was dan keraguan.
- Menumbuhkan rasa persamaan di antara sesama manusia dari berbagai macam suku bangsa dan warna kulit, yang dilambangkan dengan pakaian serba putih tidak berjahit (pakaian ihram). Tidak seorang pun lebih mulia dari lainnya, kecuali dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Firman Allah:
ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah diantaramu, ialah yang paling taqwa kepada-Nya”. (Q.S. Al-Hujurat: 13).
- Membangkitkan rasa persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam di seluruh dunia, hingga tercapailah solidaritas dan tercipta ukhuwah Islamiyah, terhindar dari sengketa dan perselisihan. Firman Allah SWT:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah di antara dua saudaramu yang bersengketa”. (Q.S. Al-Hujurat: 10)
- Pertemuan di musim haji merupakan kesempatan yang amat baik bagi umat Islam di seluruh dunia buat bertukar pengetahuan dan pengalaman, tentang kemajuan-kemajuan yang diperoleh oleh suatu negara, baik dalam bidang ekonomi, politik, kebudayaan dan lain-lain, serta mengadakan kerja sama yang erat dalam masalah masalah tersebut. Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
“Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bergolongan-golongan, agar kamu saling mengenal”. (Q.S. AL-Hujurat: 13).
- Ibadah haji sangat penting artinya untuk mendorong umat Islam supaya mempergiat dan meningkatkan ekonominya, karena hanya orang-orang yang kuat ekonominyalah yang dapat menunaikan ibadah haji serta kewajiban-kewajiban lainnya.
Demikian Hikmah Faedah Ibadah Haji dan Umrah. Semoga kita dapat melaksanakan / menunaikan sebagaimana mestinya sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Assunnah.

Selengkapnya

Kaefiyat Tata Cara Gerakan Sholat Berdasarkan Dalil Al-Qur'an Assunnah | Dalil dan Foto

Kaefiyat Tata Cara Gerakan Sholat Berdasarkan Dalil Al-Qur'an Assunnah | Dalil dan Foto. Berikut adalah Ringkasan postingannya:
Sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban baginya melaksanakan ritual utama yaitu Ibadah Fiqih Sholat, hal ini dikarenakan sholat merupakan amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab di hari Kiamat. Tetapi dalam Islam hal ibadah tidak hanya dituntut melaksanakannya juga sangat harus diperhatikan kaefiyat atau tata cara gerakannya harus sesuai dengan tuntunan dan tuntutan Allah dan Rasulnya, sebab bagaimanapun rajinnya seseorang melaksanakan shalat atau ibadah lainya bila tidak sesuai dengan contoh dari Allah dan Rasulnya, maka amalnya tidak akan berarti dan bahkan dapat menjadi keburukan di kemudian hari.
Ibadah Sholat ini akan dievaluasi oleh Allah sebelum menilai amal-amal yang lainnya. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 864, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه dimana beliau berkata bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya. Robb kita ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya -sedangkan Dia lebih mengetahui-, “Perhatikan sholat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?
Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allooh berfirman, “Perhatikan lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan sholat sunnah?”
Jikalau terdapat sholat sunnahnya, Allooh berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada sholat wajib hamba-Ku itu dengan sholat sunnahnya.”
Kemudian semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”
Tentang sholat ini, kaum Muslimin diperintahkan untuk menegakkan sholat fardhu itu 5X sehari, dengan menggunakan pakaian baju muslim yang pantas, namun tidak sedikit diantara kaum Muslimin yang belum mengetahui tata cara sholat yang sesuai tuntunan Rosuul-nya صلى الله عليه وسلمpadahal Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم telah bersabda, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 631, dari Shohabat bernama Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه ketika beliau bersama rombongan 20 orang menginap 20 hari di Madinah untuk mempelajari tentang Islam dan selanjutnya agar diajarkan kepada kaumnya, lalu disela-sela itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِي
Artinya:
Dan sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.”
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin mengikuti gerakan-gerakan sholat sebagaimana yang dituntunkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena itu adalah amalannya yang pertama kali akan dihisab di hari Kiamat.
Lalu bagaimanakah Tata cara atau kaefiyyat shalat yang sesuai dengan ajaran Islam? 
Berikut ini akan diuraikan tentang Gerakan-Gerakan Sholat beserta dalil-dalilnya dari Al-Quran dan Hadits / As-Sunnah; dimana hal ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, sama saja.
1.  SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING :
Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap Kiblat atau kearah Kiblat, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 238-239 :
حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾ فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾
Artinya:
(238) “Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo. Berdirilah karena Allooh (dalam sholatmu) dengan khusyu`.
(239) Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allooh (sholatlah), sebagaimana Allooh telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara lain sakit, dan sebagainya) maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun berbaring, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 1117, dari Shohabat ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه, beliau berkata:
” كانت بي بَوَاسير، فسألت رسولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فقال : ” صلِّ قائماً ، فإنْ لم تستطعْ ؛ فقاعداً ، فإن لم تستطعْ ؛ فعلى جنبٍ “
Artinya:
“Aku menderita wasir, maka aku bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Sholatlah engkau dengan berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak mampu maka berbaringlah.”
2.  MENGHADAP KIBLAT :
Jika seorang Muslim berada di kawasan atau belahan dunia dimana dia tidak memungkinkan untuk melihat Ka’bah, maka hendaknya dia mengetahui persisarah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan sholatnya kearah Kiblat tersebut, sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 115 berikut ini:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
Dan kepunyaan Allooh-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini ditafsirkan oleh Imaam Mujaahid رحمه الله, beliau berkata, “Dimanapun kalian berada, hadapkanlah wajah kalian pada Kiblat Allooh سبحانه وتعالى. Karena kalian memiliki Kiblat yang kalian berkiblat padanya, yaitu Ka’bah.” (Tafsir Imaam Ibnu Katsir Jilid I halaman 391)
Akan tetapi jika seorang Muslim sedang berada dihadapan Ka’bah, maka dia wajib menghadapkan tubuh dan wajahnya ke Ka’bah, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam  QS. Al Baqoroh (2) ayat 144  berikut ini:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٤٤﴾
Artinya:
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Robb-nya; dan Allooh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6251 dan Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
Artinya:
Jika kamu berdiri sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke Kiblat, kemudian bertakbirlah.”
3.  TAKBIIROTUL IHROM :
3.1.  Membarengkan niat sholat dalam hati bersamaan (berdekatan dengan) gerakan Takbirotul Ihrom.
A)  NIAT SHOLAT KARENA ALLOOH, DIDALAM HATI:
Adapun berkaitan dengan masalah Niat Sholat, maka sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
Sesungguhnya seluruh amalan itu (hendaknya) dibarengi oleh niat dan sesungguhnya setiap orang berhak mendapat dari apa yang diniatkannya.”
Artinya setiap orang yang hendak sholat, usaha-kan membarengkan niat sholatnya dengan awal sholatnya; dalam hal ini Takbiirotul Ihroom.
Dan tidak perlu melafadzkan “Usholli….” melalui mulutnya, akan tetapi niat tersebut cukup digerakkan dan disengajakan oleh hatinya bahwa dia akan sholat.
B)  MENGANGKAT KEDUA TANGAN:
Mengangkat kedua tangan saat Takbiirotul Ihroom dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 753 dan Imaam At Turmudzy no: 240, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا
Artinya: “Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم Jika memasuki sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya sembari menjulurkannya.”
3.2. Adapun posisi tangan saat Takbiirotul Ihrom, bisa dengan 2 pilihan cara:
C)  MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR BAHU:
Adapun posisi kedua tangan tersebut sejajar dengan bahu adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 722, dari Sahabat Nabi ‘Abdullah bin ‘Umar رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Artinya:
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم jika berdiri sholat, beliau صلى الله عليه وسلمmengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya.
Juga beliau رضي الله عنه berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya:
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila membuka sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.”
(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)
D)   MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR KEDUA DAUN TELINGA:
Akan tetapi terdapat Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Al Jaruud dalam Kitab “Al Muntaqo” no: 202, dari Waa’il bin Hujr رضي الله عنه. Bahwa beliau berkata:
لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيهوَذَكَرَ الْحَدِيثَ ، فَسَجَدَ فَوَضَعَ رَأْسَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ عَلَى مِثْلِ مِقْدَارِهِمَا حِينَ افْتَتَحَ الصَّلاَةَ
Artinya:
Sungguh aku melihat Sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dimana ketika beliau صلى الله عليه وسلمmembuka sholat, beliauصلى الله عليه وسلمbertakbir dan mengangkat kedua tangannya sehingga aku lihat kedua ibu jarinya dekat dengan kedua telinganya.”
Dan juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 18869, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uuth, bahwa beliau رضي الله عنه melihat:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرفع يديه حين افتتح الصلاة حتى حاذت إبهامه شحمة أذنيه
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya ketika membuka sholatsehingga kedua ibu jarinya sejajar dengan daun kedua telinganya.”
Jadi ada 2 pilihan bagi posisi mengangkat tangan tersebut, boleh sejajar dengan bahu, dan boleh pula sejajar dengan kedua daun telinga.
3.3.  Posisi jari-jemari tangan tidak rapat dan tidak terlalu renggang (biasa saja).
3.4.  Hadapkan telapak tangan kearah Kiblat.
3.5.  Posisi tangan setelah Takbiirotul Ihroom :
A)  MELETAKKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI, DIATAS DADA
Setelah Takbir “Alloohu Akbar” usai, letakkanlah tangan kanan diatas tangan kiridiatas dada.
Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hudzaimah no: 479, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, berikut ini:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
Artinya:
Aku sholat bersama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya DIATAS DADANYA.”
B)   POSISI PELETAKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI
Hal ini dilakukan dengan 3 pilihan cara, sesuai dengan kondisi kepadatan jama’ah sholat, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 727 dan Imaam Ahmad no: 18890, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه berikut ini:
ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد
Artinya:
“… Kemudian beliau (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمmeletakkan tangan kanannyadiatas punggung telapak tangan kirinya dan atau pada pergelangan tangan kirinya dan atau pada punggung tangan kirinya…”
Bahkan terdapat dalam riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 740 dari Sahl bin Sa’adرضي الله عنه bahwa beliau رضي الله عنه berkata,
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya:
Adalah orang-orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya diatas siku tangan kirinya dalam sholat…”
Adapun meletakkan kedua tangan dibawah dada (di pusar / di pinggang sebelah kiri), maka semua itu adalah Haditsnya LEMAH.
B-1.  Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
B-2.  Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat.
B-3.  Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat.
3.6.  Tujukan pandangan mata kearah tempat sujud. Dan dilarang pandangan mata bergentayangan keatas – kebawah – kekiri dan kekanan.
ARAH MATA SAAT SHOLAT :
Imaam Muhammad bin Siriin رحمه الله berkata, “Para Shohabat mengangkat pandangan mereka ke langit dalam sholat. Akan tetapi ketika ayat ini (QS Al Mu’minuun (23) ayat 1-2) turun, maka mereka menundukkan pandangan mereka ke tempat sujud mereka.” (Tafsiir Imaam Ibnu Katsiir Jilid 5 halaman 461)
Berikut ini adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-2 tersebut :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾
Artinya:
(1) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam sholatnya.”
Dan sebagaimana terdapat keterangan dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Haakim dalam Kitab “Al Mustadrok” no: 1761 dan kata beliau keterangan itu disebutnya sebagai Hadits yang Shohiih, memenuhi syarat Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, hanya saja mereka tidak mengeluarkannya; juga diriwayatkan oleh Al Imaam Al Baihaqy dalam “As Sunnan Al Kubro” no: 9726, dan syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam “Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 232 menyetujui penshohiihan keduanya. Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها mengagumi seorang Muslim ketika masuk Ka’bah mengangkat pandangannya kearah atap Ka’bah, berdoa sebagai bentuk pengagungan terhadap Allooh سبحانه وتعالى, lalu ketika itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk, sedangkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan pandangannya dari tempat sujudnya sehingga dia keluar dari Ka’bah.
Syaikh Al ‘Utsaimiin رحمه الله menjelaskan dalam Syarah beliau terhadap Kitab Zaadul Mustaqni’Jilid 3 halaman 15, bahwa mengarahkan pandangan kearah tempat sujud adalah menjadi sikap kebanyakan ahlul ‘Ilmu.
Demikian pula Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab “Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 233 mengatakan bahwa pendapat inilah yang benar dari madzab Hanafi; yaitu bahwa beliau menganjurkan agar seseorang yang sholat mengarahkan pandangannya ke tempat sujudnya, karena yang demikian itu adalah lebih dekat kepada khusyu’ dan itulah yang benar.
4.  RUKUU’ :
Adapun ketika rukuu’, maka ikutilah tuntunan gerakan tangan dan tubuh sebagaimana berikut ini:
A)  GERAKAN TANGAN KETIKA RUKUU’
Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika bangun dari rukuu’ adalah dijelaskan di dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 735 dan Imaam An Nasaa’I no: 1059, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya ketika memulai sholat dan ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم bangun dari rukuu’.”
B)  LETAK TANGAN DISAAT RUKUU’
Posisi jari-jari tangan setelahnya adalah berada di lutut (bukan di paha, dan bukan di betis)
Meletakkan kedua tangan tersebut diatas lutut tersebut adalah sesuai dengan Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 747, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, beliau berkata:
عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلاَةَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا رَكَعَ طَبَّقَ يَدَيْهِ بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ سَعْدًا فَقَالَ صَدَقَ أَخِى قَدْ كُنَّا نَفْعَلُ هَذَا ثُمَّ أُمِرْنَا بِهَذَا يَعْنِى الإِمْسَاكَ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajari kami sholat, lalu beliau صلى الله عليه وسلم bertakbir dan mengangkat kedua tangannya, dan ketika rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan kedua tangannya diatas lututnya.”
Dimana yang demikian itu dibenarkan oleh Sa’ad رضي الله عنه, dengan mengatakan, “Kami mengerjakan ini, kemudian kami diperintahkan dengan ini, yaitu memegang kedua lutut.”
C)  KEADAAN TUBUH PADA SAAT RUKUU’
-    Punggung harus rata
-    Kepala tidak mendongak keatas dan tidak menunduk kebawah, melainkan harus lurus.
Hal ini adalah dijelaskan dalam dalil-dalil berikut ini:
Gerakan tubuh ketika rukuu’ adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1138, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa beliau رضي الله عنها berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ
Artinya:
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم membuka sholat dengan Takbir dan membuka bacaan dengan “Alhamdulillaahirrobbil ‘aalamiin”. Dan jika beliau صلى الله عليه وسلمrukuu’, beliauصلى الله عليه وسلمtidak menengadahkan kepalanya keatas, akan tetapi tidak juga menundukkannya, tetapi diantara keduanya (rata). Dan jika beliauصلى الله عليه وسلمbangun dari rukuu’, beliauصلى الله عليه وسلمtidak langsung bersujud sehingga berdiri tegak terlebih dahulu. Dan apabila beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dari sujud, belum sujud lagi sehingga duduk dengan lurus. Dan beliau صلى الله عليه وسلم pada setiap dua rokaat membaca Tahhiyyat dimana beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Dan beliau صلى الله عليه وسلم melarang dari duduk syaithoon. Dan melarang seseorang menghamparkan kedua sikunya sebagaiman terkaman binatang buas. Dan beliau صلى الله عليه وسلمmenutup sholatnya dengan Salam.”
Dan beliau صلى الله عليه وسلم meratakan punggungnya pada saat rukuu’. Hal ini  sebagaimana terdapat Hadits diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah no: 872, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dari Waabishoh bin Ma’bad رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي . فكان إذا ركع سوى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر
Artinya:
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat, beliau صلى الله عليه وسلم meratakan punggungnya sehingga kalau ditumpahkan air niscaya air tersebut tidak tumpah.”
D)  LAMANYA RUKUU’
Sedangkan lamanya seseorang rukuu’ adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1085, dari Baroo’ bin ‘Aazib رضي الله عنه, beliau berkata:
رَمَقْتُ الصَّلاَةَ مَعَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ قِيَامَهُ فَرَكْعَتَهُ فَاعْتِدَالَهُ بَعْدَ رُكُوعِهِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ مَا بَيْنَ التَّسْلِيمِ وَالاِنْصِرَافِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
Artinya:
Aku sholat bersama Muhammad صلى الله عليه وسلم lalu aku dapati berdirinya, rukuu’nya, i’tidaal-nya setelah rukuu’, dan sujudnya, dan duduknya diantara dua sujud, dan sujudnya dan duduknya diantara Salam dan berpaling; adalah mendekati sama (lamanya).”
5.  I’TIDAAL :
Jika kita selesai melaksanakan rukuu’ sebagaimana penjelasan diatas, maka gerakan berikutnya adalah I’tidaal; yaitu gerakan yang dilakukan antara rukuu’ dan sujud. Dimana kita bangun dari rukuu’, kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian berikutnya sujud.
Hal ini sebagaimana kita dapati Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melaksanakan dan mencontohkannya sebagai berikut:
5.1.   PERINTAH UNTUK BERDIRI TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Meluruskan seluruh sendi tubuh, terutama punggung ke tempat semula, sehingga kita berada dalam posisi berdiri tegak. Hal ini ditegaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 10812, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth meng-Hasankannya. Bahkan Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab “Shohiih At Targhiib wat Tarhiib” no: 531 mengatakan Hadits ini Shohiih Lighoirihi, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا ينظر الله إلى صلاة رجل لا يقيم صلبه بين ركوعه وسجوده
Artinya:
Allooh tidak akan memandang pada sholat seseorang yang tidak menegakkan tulang rusuknya antara rukuu’-nya dan sujud-nya.”
5.2.   POSISI BADAN TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498 dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa:
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا
Artinya:
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’, tidak bersujud sehingga berposisi berdiri tegak lurus.”
Bahkan lebih jelas lagi adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalamShohiih-nya no: 828, dimana para Shohabat menggambarkan bahwa:
وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila rukuu’ maka kedua tangan beliau صلى الله عليه وسلمmenggenggam kedua lutut, kemudian meluruskan punggungnya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلمberdiri tegak sehingga setiap sendi kembali ke tempat semula.”
5.3.   THUMA’NINAH DALAM I’TIDAAL
Thuma’ninah artinya berhenti sejenak (sejenak itu adalah lama waktunya sekedar seorang mengucapkan satu kali tasbih), antara satu gerakan ke gerakan yang lainnya.
Dimana thuma’ninah ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6667 dan Al Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Artinya:
Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga thuma’ninah dalam keadaan rukuu’; kemudian bangkitlah kamu dari rukuu’ sehingga kamu I’tidaal dalam keadaan berdiri thuma’ninah, kemudian sujudlah sehingga kamu sujud dalam keadaan thuma’ninah.”
5.4.   POSISI TANGAN SAAT I’TIDAAL
Tentang posisi tangan pada saat I’tidaal yang tepat adalah kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada (dengan 3 pilihan posisi sebagaimana telah dijelaskan diatas dalam masalah posisi tangan setelah takbiirotul ihroom).
a)  Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
b) Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat.
c) Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat.
Adapun yang menjadi dalil terhadap hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no: 740, dari salah seorang Shohabat bernama Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya:
Adalah orang-orang (para Shohabat) diperintahkan (– tentunya oleh Rosuululloohصلى الله عليه وسلم – pen.) agar seseorang meletakkan tangan kanannya diatas siku kirinya dalam sholat.
Hal ini tidak aneh, karena posisi tangan dalam sholat adalah asal muasalnya seperti ini, sebagaimana telah terdahulu penjelasannya. Ketika kita merubah posisi tangan kita, itu adalah disebabkan adanya dalil yang menyebabkan kita mengikuti tuntunannya, seperti saat rukuu’ dimana kedua tangan kita itu di lutut; dan ketika sujud maka kedua tangan kita itu menapak ke tanah; dan ketika duduk antara dua sujud; juga tasyahhud maka  tangan kita itu diatas paha.
Semua posisi tangan kita itu adalah pada posisi tangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka ketika tidak ada penjelasan dimana letak posisi tangan kita disaat I’tidaal, otomatis tangan kita itu adalah kembali ke posisi semula, karena kita sadari bersama bahwa saat ini kita sedang sholat. Sedangkan posisi tangan pada saat sholat adalah tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada. Yang demikian itu lah yang menjadi jawaban Syaikh Al ‘Utsaimin رحمه الله dalam “Koleksi Fatwa dan Risalah”-nya no: 450.
6.  SUJUD :
6.1.  URUTAN GERAK MENUJU SUJUD
A)  MENGANGKAT KEDUA TANGAN, SEBAGAIMANA GERAKAN TAKBIIROTUL IHROOM
Kemudian apabila seorang Muslim hendak bergerak menuju sujud maka ia mengangkat kedua tangan terlebih dahulu sebagaimana gerakan takbiirotul ihroom yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه berikut ini bahwa beliau berkata:
إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya:
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila membuka sholat, maka beliaumengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.”
B)   BERGERAK TURUN MENUJU SUJUD
Dan mengucapkan “Alloohu Akbar” ketika ia turun menuju sujud, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 803 dan Al Imaam Muslim no: 392, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم :
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا
Artinya:
Mengatakan “Alloohu Akbar” ketika turun menuju Sujud.”
C)   MELETAKKAN TANGAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM LUTUT
Ketika hendak sujud maka letakkanlah tangan terlebih dahulu sebelum lutut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 840, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:
Jika seorang dari kalian sujud maka janganlah kalian turun merunduk sebagaimana apa yang dilakukan oleh onta, akan tetapi letakkanlah kedua tangan sebelum kedua lutut.
Adapun Hadits yang menyatakan hendaknya kedua lutut terlebih dahulu daripada kedua tangannya, maka Hadits itu tergolong Hadits yang lemah (dho’iif), sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Abu Daawud no: 838, Al Imaam At Turmudzy no: 268 dan Al Imaam Ibnu Maajah no: 882 dan Al Imaam An Nasaa’i no: 1089, sebagaimana hal ini telah dinyatakan ke-dho’iif-annya oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany. Yaitu melalui Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, beliau berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:
Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم apabila beliau sujud, maka beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangun, maka beliauصلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”
Walaupun demikian, Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Kitab “Majmu Al Fatawa” Jilid 22 halaman 449, berkata: “Adapun sholat dengan kedua cara ini (mendahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut atau kedua lutut sebelum kedua tangan – pen.) adalah dibolehkan sesuai dengan apa yang disepakati para ‘Ulama, yaitu jika orang yang sholat mau, maka dia boleh meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan jika dia mau maka dia boleh meletakkan kedua tangannya kemudian kedua lututnya. Dan sholatnya sah dalam kedua keadaan ini, sesuai dengan kesepakatan para ‘Ulama.”
Sikap ini juga menjadi sikap yang diambil oleh Syaik ‘Abdul Aziiz bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiin رحمهما الله.
D)  IMAM TERLEBIH DAHULU, BARU MA’MUM
Sebagai suatu catatan yang harus diperhatikan terutama ketika seseorang berposisi sebagai makmum adalah membiarkan Imaam sujud terlebih dahulu baru kemudian setelah itu makmum turun untuk sujud.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 690 dan Al Imaam Muslim no: 474, dari riwayat Al Baroo’ bin Al ‘Aazib رضي الله عنه, bahwa:
إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَاجِدًا ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ
Artinya:
Apabila beliau (Nabi)صلى الله عليه وسلمmengatakan “Sami Alloohu liman hamidah” maka tidak seorangpun dari kami mencondongkan punggungnya sehingga Nabiصلى الله عليه وسلمsujud terlebih dahulu, baru kemudian kami bersujud setelahnya.”
E)   POSISI TUBUH SAAT SUJUD
-    Dahi bersamaan satu paket dengan ujung hidung, ditempelkan ke tempat sujud
-    Telapak kaki belakang merapat dan tegak lurus
-     Paha lurus, tidak berhimpit dengan betis ataupun perut
-     Posisi tangan merenggang, jika memungkinkan. Tangan merenggang dari dada, telapak tangan  sejajar seperti posisi jari-jemari saat sedang TakbiIrotul Ihroom. Dan jari jemari tidaklah merapat, dan tidak pula sangat merenggang.
Posisi tubuh saat sujud tersebut adalah sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
E-1)   DIATAS 7 (TUJUH) ANGGOTA BADAN
Hal ini adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 815 dan Al Imaam Muslim no: 490, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه, beliau berkata:
أُمِرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ ، وَلاَ يَكُفَّ ثَوْبَهُ ، وَلاَ شَعَرَهُ 
Artinya:
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمdiperintahkan untuk sujud diatas 7 (tujuh) tulang dan tidak menyingkap bajunya dan rambutnya.”
E-2)   KEPALA DIANTARA KEDUA TELAPAK TANGANNYA
Ketika sujud maka hendaknya seorang Muslim meletakkan kepala diantara kedua telapak tangannya, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 401 dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, dimana dijelaskan bahwa:
فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
Artinya:
Ketika beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم bersujud, beliau صلى الله عليه وسلمbersujud diantara kedua telapak tangannya.”
E-3)   MERENGGANGKAN JARI DAN LENGAN
Adapun keadaan kedua tangan saat sujud dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 390 dan Al Imaam Muslim no: 495, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Maalik bin Buhainah رضي الله عنه, bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
Artinya:
Nabiصلى الله عليه وسلمjika sholat, merenggangkan kedua tangannya hingga nampak putih ketiaknya.”
E-4)   TEGAP DAN TIDAK MALAS
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 822 dan Imaam Muslim no: 493, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Artinya:
Luruslah kalian dalam sujud dan jangan lah seorang dari kalian menghamparkan kedua sikunya seperti anjing.”
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 494, dari Al Baroo’ bin Al Azib رضي الله عنه, beliau berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Artinya:
Jika kamu sujud maka letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkat kedua sikumu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 688 melalui Shohabat Abu Humaid As Saa’idy رضي الله عنه, berkata:
كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا هوى إلى الأرض ساجدا جافى عضديه عن أبطيه وفتح أصابع رجليه
Artinya:
Adalah Nabi صلى الله عليه وسلمjika turun ke tanah menuju sujud maka beliau merenggangkan kedua lengan tangannya dari dua ketiaknya. Dan membuka jari kedua kakinya.
E-5)   KEDUA TUMIT RAPAT
Hal ini dijelaskan melalui apa yang terjadi pada ‘Aa’isyah رضي الله عنها, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dalam Shohiih-nya no: 486, dimana ketika beliau رضي الله عنها terbangun di malam hari lalu mencari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dalam keadaan gelap), maka ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata:
فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ
Artinya:
Maka tanganku tiba-tiba menyentuh pada kedua telapak kaki Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Beliau صلى الله عليه وسلم sedang di masjid, dan kedua telapak kaki beliau صلى الله عليه وسلمitu tegak berdiri (dalam keadaan rapat).”
Hal serupa dikuatkan oleh riwayat lain sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Hakim dalam Kitab Al Mustadrok no: 832, dimana beliau mengatakan, “Hadits ini Shohiih memenuhi syarat Shohiih Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya dengan redaksi ini; dan saya tidak tahu seorangpun yang menyebutkan penggabungan kedua tumit dalam sujud, selain dalam Hadits ini.
Juga Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imaam Ibnu Huzaimah dalam Shohiih-nya no: 654, dan Syaikh Al A’dzomy mengatakan Sanadnya Shohiih.
Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ ، مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ
Artinya:
Suatu malam aku kehilangan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, padahal semula beliau صلى الله عليه وسلمseranjang denganku. Tiba-tiba aku temui beliau صلى الله عليه وسلمdalam keadaan sujud, merapatkan kedua tumit kakinya, menghadapkan jari-jemari kakinya kearah Kiblat.”
7. DUDUK ANTARA 2 SUJUD
Apabila seorang yang sholat selesai melakukan sujud yang pertama, kemudian bangun dan menjelang sujud yang kedua, dalam setiap rakaat ; tentunya melakukan posisi Duduk. Dimana posisi duduk ini disebut Duduk antara 2 Sujud.
Dan Duduk antara 2 Sujud ini hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-   Pandangan mata ke tempat sujud
-   Duduk diatas telapak kaki kiri.
-  Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
-   Telapak tangan kanan diatas paha kanan dan telapak tangan kiri berada diatas paha kiri.
Imaam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata dalam Kitab “Zaadul Ma’ad” Jilid I halaman 230: “Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya (dari sujud) sembari bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya, dan beliau صلى الله عليه وسلمmelalukan itu sebelum mengangkat kedua tangannya, kemudian duduk dengan menghamparkan kaki kiri, lalu mendudukinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al ‘Utsaimin, yang terdapat didalam “Koleksi Fatwa dan Risalah” beliau Jilid XIII halaman 144, beliau berkata: “Yang saya tahu tidak ada dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara Duduk Tasyahhud dengan Duduk antara Dua Sujud.”
8.   DUDUK ISTIRAHAT
Adapun jika kita bangun dari rakaat ganjil, maka disunnahkan untuk melakukan Duduk Istirahat sejenak sebelum bangun. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 823, dari Shohabat Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم :
فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا
Artinya:
Apabila dalam Sholat rakaat ganjil, maka beliau صلى الله عليه وسلم tidak langsung bangun sehingga beliau صلى الله عليه وسلم duduk lurus (duduk istirahat) terlebih dahulu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 824, masih melalui Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه:
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ ، عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الأَرْضِ ثمَّ قَامَ 
Artinya:
Dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud kedua, maka beliau صلى الله عليه وسلمduduk (duduk istirahat) dan bertumpu pada bumi, kemudian bangun.”
9.  TASYAHHUD
Adapun tentang Tasyahhud adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A) POSISI DUDUK SAAT TASYAHHUD
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 889, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, beliau berkata:
قلت لأنظرن إلى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم كيف يصلي فنظرت إليه فقام فكبر ورفع يديه حتى حاذتا بأذنيه ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد فلما أراد أن يركع رفع يديه مثلها قال ووضع يديه على ركبتيه ثم لما رفع رأسه رفع يديه مثلها ثم سجد فجعل كفيه بحذاء أذنيه ثم قعد وافترش رجله اليسرى ووضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى ثم قبض اثنتين من أصابعه وحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها 
Artinya:
Sungguh aku melihat pada sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bagaimana beliau صلى الله عليه وسلمsholat lalu beliau صلى الله عليه وسلم berdiri, kemudian bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar dengan kedua telinganya, kemudian meletakkan tangan kanannya diatas telapak tangan kirinya dan pergelangan dan punggung lengan bawah tangan kirinya. Dan ketika hendak rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya seperti itu, kemudian meletakkan kedua tangannya diatas kedua lututnya, kemudian ketika beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dari rukuu’ melakukan hal yang sama, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم sujud lalu mensejajarkan kedua telapak tangannya dengan telinganya, kemudianduduk dan ber-iftirosy (menghamparkan kaki kirinya) dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas pahanya dan lututnya yang kiri, dan menjadikan siku tangan kanannya diatas paha kanannya, kemudian menggenggam dua dari jarinya dan membentuk lingkaran, kemudian mengangkat jarinya. Aku lihat menggerak-gerakkannya saat berdoa.
B)  DUDUK IFTIROSY SAAT TASYAHHUD AWAL
Dalam Tasyahhud Awal hendaknya seorang yang sedang sholat memposisikan dirinya dalam sikap Iftirosy, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa:
وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
Artinya:
Nabiصلى الله عليه وسلمmenghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Duduk Iftirosy tersebut dapat digambarkan sebagaimana berikut ini :
-  Duduk diatas telapak kaki kiri
-  Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
C)  DUDUK TAWARRUK SAAT TASYAHHUD AKHIR
Dalam Tasyahud Akhir ini, seorang yang sedang sholat hendaknya memposisikan dirinya dalam sikap Tawarruk, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 579, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَعَدَ فِى الصَّلاَةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
Artinya:
Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمapabila duduk dalam sholat (Tasyahhud Akhir), beliauصلى الله عليه وسلمmengedepankan kaki kirinya (mengeluarkan kaki kirinya) diantara pahanya dan betisnya, dan menghamparkan kaki kanannya dan meletakkan tangan kirinya diatas lutur kirinya. Dan meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya, sembari memberi isyarat dengan telunjuknya.”
Duduk Tawarruk tersebut dapat digambarkan sebagaimana berikut ini :
-   Duduk diatas lantai (sajadah).
-   Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
-   Ujung kaki kiri diposisikan dibawah betis kaki kanan. Nampak ujung-ujung jarinya.
D)  PANDANGAN MATA SAAT TASYAHHUD
Sedangkan pandangan mata saat duduk Tasyahhud tersebut adalah diarahkan ke jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 1160, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, bahwa beliau صلى الله عليه وسلم :
وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى وأشار بأصبعه التي تلي الإبهام في القبلة ورمى ببصره إليها
Artinya:
Meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya dan memberi isyarat dengan telunjuknya kearah Kiblat sembari mengarahkan pandangannya padanya (pada telunjuk tangannya).”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’I no: 1275 dan Al Imaam Abu Daawud no: 990, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair رضي الله عنه, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ لاَ يُجَاوِزُ بَصَرُهُ إِشَارَتَهُ
Artinya:
Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمapabila duduk dalam Tasyahud maka beliauصلى الله عليه وسلمmeletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya dan memberi isyarat dengan telunjuknya dan pandangannya tidak melewati isyarat telunjuknya.”
E) POSISI PELETAKAN TANGAN SAAT TASYAHHUD
Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 294, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه:
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يده اليمنى على ركبته ورفع إصبعه التي تلي الإبهام اليمنى يدعو بها ويده اليسرى على ركبته باسطها عليه 
Artinya:
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمapabila duduk dalam sholat, beliauصلى الله عليه وسلمmeletakkan tangan kanannya diatas lututnya dan mengangkat telunjuknya yang kanan ketika berdo’a dan menghamparkan tangan kirinya diatas lututnya.”
E-1)   Posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Awal dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
-    Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
-    Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
-   Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
E-2)   Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Akhir dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
-   Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
-   Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
-   Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
F)   KEADAAN JARI-JEMARI TANGAN KANAN SAAT TASYAHHUD
Adapun keadaan jari jemari tangan kanan saat tasyahhud tersebut adalah membentuk angka 53, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 6153, menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth sanadnya Shohiih memenuhi syarat Al Imaam Muslim, para perowinya terpercaya, termasuk para perowi Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim kecuali Hammad bin Salamah, beliau termasuk perowi Shohiih Muslim; dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه :
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا قعد يتشهد وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى ووضع يده اليمنى على ركبته اليمنى وعقد ثلاثا وخمسين ودعا
Artinya:
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمapabila duduk bertasyahhud beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya dan membentuk angka 53 kemudian berdoa.”
Atau menggenggamkan seluruh jemari tangan kanan dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkannya diatas paha kanannya; lalu meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 580, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, dimana didalam riwayat itu dijelaskan bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila duduk dalam sholat maka beliau صلى الله عليه وسلمmeletakkan telapak tangan kanannya diatas paha kanannya dengan menggenggam seluruh jarinya dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya.”
10.  LAMANYA GERAKAN SHOLAT :
Gerakan sholat tersebut dilaksanakan dalam waktu yang mendekati sama lamanya. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Al Imaam Al Bukhoory no: 801 dan Al Imaam Muslim no: 471, dari Shohabat Al Baroo’ bin Azib رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَسُجُودُهُ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاء
Artinya:
Adalah rukuu’ dan sujudnya Nabiصلى الله عليه وسلمitu dan ketika beliauصلى الله عليه وسلمmengangkat kepalanya dari rukuu’ dan duduk antara dua sujud; lamanya adalah mendekati sama.”
Juga sebagaimana dalam Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 397, melalui salah seorang Shohabat yakni Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa:
دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- السَّلاَمَ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». فَرَجَعَ الرَّجُلُ فَصَلَّى كَمَا كَانَ صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ ». ثُمَّ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ الرَّجُلُ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا عَلِّمْنِى. قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Artinya:
“Ada seseorang masuk kedalam Masjid kemudian sholat, kemudian datang kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberi salam, kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab salamnya sembari berkata, “Ulanglah sholatmu, sesungguhnya kamu belum sholat.”
Maka kembalilah orang tersebut mengulang sholatnya, sebagaimana dia sholat pertama kali. Kemudian ia datang kembali kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan memberi salam. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun menjawab salamnya, kemudian mengatakan, “Ulanglah sholatmu, sebab kamu belum sholat.
Diulangnya lagi perbuatan itu hingga tiga kali, sehingga orang itu mengatakan, “Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku.”
Maka bersabdalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Jika kamu berdiri untuk sholat, maka bertakbirlah.
Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an.
Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga kamu rukuu’ dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian bangunlah kamu dari rukuu’-mu sehingga kamu ber-I’tidaal dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian sujudlah kamu sehingga kamu bersujud dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian bangkitlah kamu dari sujud, sehingga kamu duduk dalam keadaan thuma’ninah.
Dan lakukanlah yang demikian itu dalam seluruh sholatmu.”
11.   SALAM
Adapun ketika Salam, hendaknya seseorang memalingkan kepalanya ke kanan hingga putih pipinya terlihat, kemudian memalingkan kepalanya ke kiri hingga putih pipinya terlihat oleh orang dibelakangnya.
Hal tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam dalil berikut ini:
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 1248, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Sunnan An Nasaa’i no: 1324, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar  رضي الله عنه:
أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا وَبَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا
Artinya:
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمbersalam ke kanan dan ke kiri dengan mengatakan “Assalamu’alaikum Warohmatullooh”, “Assalamu’alaikum Warohmatullooh” sehingga terlihat putih pipinya dari sini dan putih pipinya dari sini.”

Selengkapnya

Perbuatan Terlarang Ketika Ihram dalam Haji dan Umrah

Berikut ini adalah perbutan yang tidak boleh dilakukan selama IHRAM ketika haji dan umrah. Bila hal-hal di bawah ini dilakukan dapat menyebabkan gugur dan tidak sahnya ibadah haji dan umrah tersebut. Perkara terlaran ketika ihram tersebut antara lain:

  1. Memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki. Maka pakaian ihram laki-laki ialah dua helai kain panjang yang tidak berjahit, satu helai untuk kain dan yang satu helai lagi sebagai baju. 
  2. Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka serta telapak tangan bagi wanita. 
  3. Mencukur, menggunting dan menyisir rambut. 
  4. Memakai wangi-wangian pada badan atau pakaian, kecuali bau wangi yang dipakai sebelum ihram. 
  5. Memotong kuku.
  6. Nikah atau menikahkan 
  7. Jima', hubungan suami istri
  8. Membunuh atau menyembelih binatan buruan.
Demikian hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika memakai pakaian ihram dalam ibadah haji dan umrah. Semoga bermanfaat.

Selengkapnya

Wajib dan Sunat Haji

Postingan berikut ini membahas tentang wajib dan sunat haji. Wajib haji maksudnya ialah perbuatan yang juga mesti dikerjakan waktu haji, tetapi apabila ketinggalan dapat diganti dengan dam atau denda. Wajib haji itu ialah:

  1. Ihram dari miqat, yaitu tempat dan waktu yang telah ditetapkan. 
  2. Bermalan di Muzdalifah, ketika kembali dari Arafah, walau pun agak sebentar menjelang jam 12 malam. 
  3. Bermalam di Mina, pada hari Tasyrik, yakni tanggal 11 sampai dengan 13 Dzulhijah. 
  4. Melontar ketiga Jamrah atau tugu di Mina selama hari Tasyrik, yaitu Jamrah Ula, Jamrah Wustha dan Jamrah Aqabah. Tiap Jumroh dengan menggunakan 7 biji batu kerikil. Sedang pada tanggal 10 Dzulhijjah khusus melempar Jumroh Aqabah. 
  5. Thawaf Wada' atau perpisahan, yakni ketika hendak meninggalkan Makah pulang ke tanah air. 
  6. Menjauhi segala apa yang terlarang dalam ihram.
Sedang yang termasuk Sunnat Haji adalah sebagai berikut:
  1. Mandi sebelum ihram, sebelum memasuki kota Makkah sebelum wukuf dan sebelum melontar jumroh. 
  2. Thawaf Qudum, yakni thawaf ketika baru datang di Makkah. 
  3. Membaca Talbiyah, yaitu: Labbaik Allohumma Labbaik, labbaik laa syarika laka labaik. Innal hamda wanni'mata laka walmulk laa syaarika lak. Artinya: Aku perkenankan panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, semua nikmat dan kekuasaan adalah milik-Mu dan tiada serikat bagi-Mu. 
  4. Bermalam di Mina tanggal 8 Dzulhijjah yaitu pada malam Arafah. 
  5. Memberbanyak do'a dan dzikir
Demikian wajib haji dan sunnah haji agar ibadah yang dijalankan dapat diterima Allah SWT. Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadi ilmu.

Selengkapnya